Selasa, 07 Juli 2020

Wanita Karir dalam Islam



Perkembangan zaman telah banyak merubah pola hidup  wanita yang dahulu hanya tinggal di rumah dan mengurusi pekerjaan domestik, sekarang para wanita sudah banyak yang berkarir dan mandiri dari segi ekonomi. Munculnya modernisasi di berbagai bidang, serta dengan perkembangan sains dan teknologi banyak merubah pola gerak dan aktifitas wanita dan turut mempengaruhi ideologi dan pemikiran dan serta pandangan kaum wanita terhadap peran yang dahulu biasa mereka jalani.

Kalimat wanita karir dapat diartikan dengan : wanita yang berkecimpung dalam kegiatan profesi (usaha, perkantoran, dan sebagainya). Selain itu, karir dapat diartikan dengan "serangkaian pilihan dan kegiatan pekerjaan yang menunjukkan apa yang dilakukan oleh seseorang untuk dapat hidup. Menurut A. Hafiz Anshary A.Z., wanita karir adalah "wanita-wanita yang menekuni profesi atau pekerjaannya dan melakukan berbagai aktivitas untuk meningkatkan hasil dan prestasinya". Wanita semacam ini tidak seperti kaum wanita di "zaman Siti Nurbaya" yang hanya mendekam di dalam rumah merenungi nasib, terkungkung oleh tembok, pagar adat dan tradisi. Dan wanita karir adalah wanita sibuk, wanita kerja, yang waktunya di luar rumah lebih banyak daripada di dalam rumah.

Dalam artikel kali ini saya akan membahas tentang wanita karir, saya melakukan studi kasus kepada seorang wanita karir yang bekerja di Sekolah Swasta di daerah Depok. Beliau adalah wanita karir kelahiran Jakarta, 10 Oktober 1990. Beliau merupakan salah satu saudara saya dari pihak Ibu. Dari sebelum menikah ia sudah bekerja dan ia tetap bekerja setelah menikah, karena suaminya memberi izin untuk ia tetap bekerja. Beliau sudah menikah sejak tahun 2011, namun hingga saat ini masih belum mendapatkan anak, hal itulah yang juga menjadi salah satu alasan untuk tetap bekerja hingga saat ini. Bagi beliau keluarga tetaplah yang utama dan ia tidak akan mengecewakan suaminya atas kepercayaan yang telah diberikan. Oleh karena itu meskipun ia bekerja, ia tetap menghargai suaminya sebagai kepala keluarga. Sebelum ia bekerja menjadi guru tetap di Sekolah tersebut awalnya ia hanya menjadi guru salah satu kegiatan tambahan yang ada di sekolah tersebut. Kegiatan tambahan itu adalah Jarimatika. Selama bekerja menjadi guru ia merasa nyaman dan tidak merasa berat dalam membagi waktu antara bekerja dan mengurus rumah tangga. Karena jam kerja menjadi guru menurutnya tidak terlalu lama sehingga ia masih dapat mengurus urusan rumah tangga. Selain itu penghasilan yang didperoleh sangat dapat membantu memenuhi kebetuhan ekonominya. Dan saat terjadi masalah seperti saat ini, yaitu pandemi corona beliau merasa bersyukur atas pekerjaan yang ia miliki. Suami dari wanita karir ini merupakan salah satu orang yang terdampak dari pandemic corona, perusahaan swasta tempatnya bekerja mengalami masalah serius sehingga ia harus diberhentikan dari pekerjaan tersebut. Awalnya sangat terpukul atas masalah yang terjadi ini. Namun ia sadar bahwa tidak hanya suaminya yang terdampak, orang lain juga banyak yang merasakan hal ini. Dan ia pun mencoba bersabar dan menerima semua yang terjadi, saat ini suaminya menjalani usaha sendiri seperti memproduksi telor asin, akhirnya ia masih bisa bersyukur karena penghasilannya sebagai istri dapat membantu memenuhi kebutuhan rumah tangganya saat terjadi masalah seperti ini.

Dari pemaparan studi kasus diatas kita dapat melihat bahwa tidak ada salahnya menjadi seorang wanita karir. Namun kita juga harus meminta izin suami terlebih dahulu. Dan saat terjadi masalah dalam hal ekonomi yang tak terduga, setidaknya seorang wanita karir dapat membantu meringankan masalah  tersebut. Selain itu kita sebagai seorang wanita juga harus menjaga sikap saat bekerja dan tetap menghargai suami.

Lalu bagaimana pandangan islam terhadap wanita karir?

Rasulullah Saw., dalam sebuah hadisnya memuji orang yang memakan rizki dari hasil usahanya sendiri, sebagaimana diriwayatkan oleh al-Bukhâri:

عَنِ الْمِقْدَامِ رَضِي اللَّهم عَنْه عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ((مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَإِنَّ نَبِيَّ اللَّهِ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ)) رواه البخاري.

Terjemahnya: "Tidaklah seseorang mengkonsumsi makanan itu lebih baik daripada mengkonsumsi makanan yang diperoleh dari hasil kerjanya sendiri, sebab Nabi Allah, Daud, memakan makanan dari hasil kerjanya." (H.R. al-Bukhari).

Hadis ini menunjukkan perintah bagi setiap muslim untuk bekerja dan berusaha untuk mencari nafkah dengan usaha sendiri dan tidak bergantung kepada orang lain, sebagaimana halnya yang dilakukan oleh Nabi Daud As. yang senantiasa bekerja mencari nafkah dan makan dari hasil jerih payahnya tersebut. Syariat Islam tidak membedakan hak antara laki-laki dan wanita untuk bekerja, keduanya diberi kesempatan dan kebebasan untuk berusaha dan mencari penghidupan di muka bumi ini, sebagaimana yang diterangkan dalam al-Qur`an surat al-Nisâ [4] :32, ِ

 وَلَا تَتَمَنَّوْا۟ مَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بِهِۦ بَعْضَكُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ ۚ لِّلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِّمَّا ٱكْتَسَبُوا۟ ۖ وَلِلنِّسَآءِ نَصِيبٌ مِّمَّا ٱكْتَسَبْنَ ۚ وَسْـَٔلُوا۟ ٱللَّهَ مِن فَضْلِهِۦٓ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمًا

Terjemahnya: "Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Ayat ini (al-Qur`an surat al-Nisâ [4] :32) menjelaskan tentang larangan seseorang iri hati terhadap orang lain dengan mengharapkan atau menginginkan harta, hewan ternak, istri atau apa-apa yang dimiliki oleh orang lain, dan larangan berdoa dengan berkata : "Ya Allah berilah kami rizki seperti yang Engkau berikan kepada dia, atau (rizki) yang lebih baik dari miliknya". Ayat ini diturunkan dalam konteks Ummu Salamah, istri Nabi Muhammad Saw yang berkata kepada Nabi : "Seandainya Allah mewajibkan kepada kami (kaum wanita) apa-apa yang diwajibkan kepada kaum pria, agar kami bisa memperoleh pahala seperti yang diberikan kepada kaum pria," namun Allah melarang hal tersebut dengan menurunkan firman-Nya yakni ayat di atas, dan menerangkan bahwa setiap orang baik laki-laki maupun wanita, akan mendapatkan pahala atau ganjaran sesuai dengan apa yang mereka perbuat.

Di antara faktor-faktor yang mendorong atau memotivasi seorang wanita untuk bekerja atau berkarir di luar rumah antara lain :  Unsur pendidikan, unsur ekonomi, unsur social, kebutuhan aktualisasi diri.

Husein Syahatah menyebutkan syarat-syarat bagi wanita karir : Izin suami, seimbang tuntutan rumah tangga dan tuntutan kerja, tidak menimbulkan khalwat dengan lawan jenis.

Persoalan wanita karir ini adalah apakah dengan bekerjanya  wanita khususnya para istri itu akan menghalangi terpenuhinya hak-hak suami dan anak-anak, dan menyebabkan wanita (istri) melupakan kewajibannya. Hal inilah yang dikhawatirkan terjadi dan memberi dampak buruk bagi kelangsungan rumah tangga dan perkembangan anak-anak yang ditinggal bekerja. Namun apabila semua kekhawatiran tersebut tidak terjadi atau dengan kata lain dapat diatasi dan keberadaan wanita karir justru malah dapat membantu memperkokoh ekonomi keluarga, maka sebaiknya para wanita diberikan keluasan dan kelonggaran untuk bekerja. Resiko yang nantinya akan timbul hendaknya dihadapi dan diselesaikan bersama para suami yang merupakan mitra hidup sekaligus mitra kerja dalam suatu tim keluarga.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar