|
Perkembangan
zaman telah banyak merubah pola hidup
wanita yang dahulu hanya tinggal di rumah dan mengurusi pekerjaan
domestik, sekarang para wanita sudah banyak yang berkarir dan mandiri dari segi
ekonomi. Munculnya modernisasi di berbagai bidang, serta dengan perkembangan
sains dan teknologi banyak merubah pola gerak dan aktifitas wanita dan turut
mempengaruhi ideologi dan pemikiran dan serta pandangan kaum wanita terhadap
peran yang dahulu biasa mereka jalani.
Kalimat
wanita karir dapat diartikan dengan : wanita yang berkecimpung dalam kegiatan
profesi (usaha, perkantoran, dan sebagainya). Selain itu, karir dapat diartikan
dengan "serangkaian pilihan dan kegiatan pekerjaan yang menunjukkan apa
yang dilakukan oleh seseorang untuk dapat hidup. Menurut A. Hafiz Anshary A.Z.,
wanita karir adalah "wanita-wanita yang menekuni profesi atau pekerjaannya
dan melakukan berbagai aktivitas untuk meningkatkan hasil dan
prestasinya". Wanita semacam ini tidak seperti kaum wanita di "zaman
Siti Nurbaya" yang hanya mendekam di dalam rumah merenungi nasib,
terkungkung oleh tembok, pagar adat dan tradisi. Dan wanita karir adalah wanita
sibuk, wanita kerja, yang waktunya di luar rumah lebih banyak daripada di dalam
rumah.
Dalam
artikel kali ini saya akan membahas tentang wanita karir, saya melakukan studi
kasus kepada seorang wanita karir yang bekerja di Sekolah Swasta di daerah
Depok. Beliau adalah wanita karir kelahiran Jakarta, 10 Oktober 1990. Beliau
merupakan salah satu saudara saya dari pihak Ibu. Dari sebelum menikah ia sudah
bekerja dan ia tetap bekerja setelah menikah, karena suaminya memberi izin
untuk ia tetap bekerja. Beliau sudah menikah sejak tahun 2011, namun hingga
saat ini masih belum mendapatkan anak, hal itulah yang juga menjadi salah satu
alasan untuk tetap bekerja hingga saat ini. Bagi beliau keluarga tetaplah yang
utama dan ia tidak akan mengecewakan suaminya atas kepercayaan yang telah
diberikan. Oleh karena itu meskipun ia bekerja, ia tetap menghargai suaminya
sebagai kepala keluarga. Sebelum ia bekerja menjadi guru tetap di Sekolah
tersebut awalnya ia hanya menjadi guru salah satu kegiatan tambahan yang ada di
sekolah tersebut. Kegiatan tambahan itu adalah Jarimatika. Selama bekerja
menjadi guru ia merasa nyaman dan tidak merasa berat dalam membagi waktu antara
bekerja dan mengurus rumah tangga. Karena jam kerja menjadi guru menurutnya
tidak terlalu lama sehingga ia masih dapat mengurus urusan rumah tangga. Selain
itu penghasilan yang didperoleh sangat dapat membantu memenuhi kebetuhan
ekonominya. Dan saat terjadi masalah seperti saat ini, yaitu pandemi corona
beliau merasa bersyukur atas pekerjaan yang ia miliki. Suami dari wanita karir
ini merupakan salah satu orang yang terdampak dari pandemic corona, perusahaan
swasta tempatnya bekerja mengalami masalah serius sehingga ia harus
diberhentikan dari pekerjaan tersebut. Awalnya sangat terpukul atas masalah
yang terjadi ini. Namun ia sadar bahwa tidak hanya suaminya yang terdampak,
orang lain juga banyak yang merasakan hal ini. Dan ia pun mencoba bersabar dan
menerima semua yang terjadi, saat ini suaminya menjalani usaha sendiri seperti
memproduksi telor asin, akhirnya ia masih bisa bersyukur karena penghasilannya
sebagai istri dapat membantu memenuhi kebutuhan rumah tangganya saat terjadi
masalah seperti ini.
Dari
pemaparan studi kasus diatas kita dapat melihat bahwa tidak ada salahnya
menjadi seorang wanita karir. Namun kita juga harus meminta izin suami terlebih
dahulu. Dan saat terjadi masalah dalam hal ekonomi yang tak terduga, setidaknya
seorang wanita karir dapat membantu meringankan masalah tersebut. Selain itu kita sebagai seorang
wanita juga harus menjaga sikap saat bekerja dan tetap menghargai suami.
Lalu
bagaimana pandangan islam terhadap wanita karir?
Rasulullah
Saw., dalam sebuah hadisnya memuji orang yang memakan rizki dari hasil usahanya
sendiri, sebagaimana diriwayatkan oleh al-Bukhâri:
عَنِ الْمِقْدَامِ رَضِي اللَّهم عَنْه عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ((مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَإِنَّ نَبِيَّ اللَّهِ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ)) رواه البخاري.
Terjemahnya:
"Tidaklah seseorang mengkonsumsi makanan itu lebih baik daripada
mengkonsumsi makanan yang diperoleh dari hasil kerjanya sendiri, sebab Nabi
Allah, Daud, memakan makanan dari hasil kerjanya." (H.R. al-Bukhari).
Hadis
ini menunjukkan perintah bagi setiap muslim untuk bekerja dan berusaha untuk
mencari nafkah dengan usaha sendiri dan tidak bergantung kepada orang lain,
sebagaimana halnya yang dilakukan oleh Nabi Daud As. yang senantiasa bekerja
mencari nafkah dan makan dari hasil jerih payahnya tersebut. Syariat Islam
tidak membedakan hak antara laki-laki dan wanita untuk bekerja, keduanya diberi
kesempatan dan kebebasan untuk berusaha dan mencari penghidupan di muka bumi
ini, sebagaimana yang diterangkan dalam al-Qur`an surat al-Nisâ [4] :32, ِ
Terjemahnya:
"Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada
sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang
laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita
(pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah
sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Ayat
ini (al-Qur`an surat al-Nisâ [4] :32) menjelaskan tentang larangan seseorang iri
hati terhadap orang lain dengan mengharapkan atau menginginkan harta, hewan
ternak, istri atau apa-apa yang dimiliki oleh orang lain, dan larangan berdoa
dengan berkata : "Ya Allah berilah kami rizki seperti yang Engkau berikan
kepada dia, atau (rizki) yang lebih baik dari miliknya". Ayat ini
diturunkan dalam konteks Ummu Salamah, istri Nabi Muhammad Saw yang berkata
kepada Nabi : "Seandainya Allah mewajibkan kepada kami (kaum wanita)
apa-apa yang diwajibkan kepada kaum pria, agar kami bisa memperoleh pahala
seperti yang diberikan kepada kaum pria," namun Allah melarang hal
tersebut dengan menurunkan firman-Nya yakni ayat di atas, dan menerangkan bahwa
setiap orang baik laki-laki maupun wanita, akan mendapatkan pahala atau
ganjaran sesuai dengan apa yang mereka perbuat.
Di
antara faktor-faktor yang mendorong atau memotivasi seorang wanita untuk
bekerja atau berkarir di luar rumah antara lain : Unsur pendidikan, unsur ekonomi, unsur
social, kebutuhan aktualisasi diri.
Husein
Syahatah menyebutkan syarat-syarat bagi wanita karir : Izin suami, seimbang
tuntutan rumah tangga dan tuntutan kerja, tidak menimbulkan khalwat dengan
lawan jenis.
Persoalan
wanita karir ini adalah apakah dengan bekerjanya wanita khususnya para istri itu akan
menghalangi terpenuhinya hak-hak suami dan anak-anak, dan menyebabkan wanita
(istri) melupakan kewajibannya. Hal inilah yang dikhawatirkan terjadi dan
memberi dampak buruk bagi kelangsungan rumah tangga dan perkembangan anak-anak
yang ditinggal bekerja. Namun apabila semua kekhawatiran tersebut tidak terjadi
atau dengan kata lain dapat diatasi dan keberadaan wanita karir justru malah
dapat membantu memperkokoh ekonomi keluarga, maka sebaiknya para wanita
diberikan keluasan dan kelonggaran untuk bekerja. Resiko yang nantinya akan timbul
hendaknya dihadapi dan diselesaikan bersama para suami yang merupakan mitra
hidup sekaligus mitra kerja dalam suatu tim keluarga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar